Membangun Bisnis Harus Rasional
Bisnis itu rasional. Jika ada orang yang mengatakan bahwa bisnis itu irasional, wah bisa dipastikan bisnis yang dijalankan tidak akan berlangsung lama. Alias, akan cepat tutup. Buka bisnis satu atau dua bulan, dan di bulan ketiga langsung tutup.
Bisa jadi, orang yang berpendapat bahwa bisnis irasional, bisnisnya akan jalan juga. Akan tetapi hanya jalan di tempat, tak bisa berkembang secara spektakuler. Padahal, jika bisnis dijalankan secara rasional, bisnis akan berkembang dahsyat. Dan bahkan, bisnis akan melahirkan bisnis.
5 Hal Penting Dalam Membangun Bisnis
Oleh karena itu, ada lima hal yang harus diperhatikan, baik bagi pebisnis pemula ataupun pebisnis yang sudah running.
Sebagai contoh, irasional bisnis bagi yang baru memulai bisnis, “Mulai saja bisnisnya, jangan banyak pikir, nanti pasti berkembang”, “Kalau mau bisnis jangan banyak mikir, Ntar keburu basi idenya”, “Jual apa saja di toko online, modalnya kecil, dan bisa dikerjakan kapan dan dimana saja”.
Setelah dimulai, satu bulan tak menampakkan hasil. Dua bulan kemudian, sudah mulai jenuh. Dan Tiga bulan kemudian, bisnis ditutup. Padahal, bisnis di mana saja, harus tetap mengedepankan rasionalitas berbisnis.
Cara yang lebih bijak ialah, kita harus tetap bisa hadirkan rasionalitas dalam berbisnis. Rasionalitas bisnis ialah, sekecil apapun bisnis yang akan kita buka, kita harus tetap memiliki perencanaan. Mulai dari menghitung seluruh permodalan yang akan digunakan. Kemudian, sumber permodalan, apakah uang sendiri ataupun minjam ke pihak lain. Pangsa pasar produk dan jasa yang dihasilkan siapa saja. Dan terakhir, berapa lama kira-kira balik modal (Break Event Point/BEP).
Jika semuanya sudah rasional, barulah kita mulai membuka bisnis sesuai rencana. Mau bisnis yang akan dipasarkan online ataupun offline, tak ada masalah. Karena bisnis yang akan dibangun, merupakan bisnis yang cukup rasional, dengan perencanaan yang cukup matang.
Contoh dari irasional bisnis bagi yang sudah jalan, bisnis baru buka satu tahun, uda buka cabang di mana-mana. Dengan alasan ekspansi pasar, agar makin besar dan sebagai strategi market development (pengembangan pasar baru).
Setelah buka cabang ke dua, dan ketiga, ternyata uang yang seharusnya untuk memperbesar bisnis cabang pertama sudah habis membiayai cabang kedua dan ketiga. Akhirnya, bukan memperbesar bisnis, malah bisnis pertama ikut hancur karena ketidak irasional-an kita dalam berbisnis.
Jalan yang lebih bijak ialah, jangan membuka cabang terlebih dahulu, jika bisnis untuk cabang pertama masih belum benar-benar berjalan. Artinya, perbesar dahulu bisnis pertama, hingga keuangan yang dimiliki cukup kuat, dan memiliki konsumen yang loyal. Bisa jadi, membuka cabang ke dua dan ketiga, dilakukan dua ataupun tiga tahun ke depan.
Jika pun mendesak dan dibutuhkan untuk membuka cabang yang kedua ataupun ketiga, jangan mengambil uang operasional di cabang pertama. Biarkan keuangan di cabang pertama tumbuh, hingga benar-benar kuat. Akan tetapi, dengan mengajak patner bisnis, untuk memberikan permodalan.
Jika pun tak ada patner untuk join permodalan, maka kita harus bersabar untuk menunggu satu ataupun dua tahun kemudian. Dengan harapan, hasil bisnis di cabang pertama nantinya, untuk membuka bisnis di cabang kedua. Ini, akan cukup aman bagi kita. Sehingga, kita tetap fokus memperbesar bisnis pertama, sambil membuat strategi untuk membuka cabang kedua dan ketiga.
Contoh, kita ingin buka bisnis pakaian secara oline. Permodalan yang harus dikeluarkan sebanyak Rp 10 juta, yang semuanya digunakan untuk belanja pakaian ke Tanah Abang. Di tambah lagi dengan biaya mengangkut barang dan pernak-pernik lainnya sebesar Rp 2 juta. Dan uang untuk berjaga-jaga setelah dihitung berjumlah Rp 3 juta. Berarti, seluruh modal yang dikeluarkan oleh kita sebagai pemilik toko pakain online sebesar Rp 15 juta.
Jadi, modal awal yang kita gunakan untuk berbisnis pakaian ialah Rp 15 juta. Setelah diprekdisi, ternyata per bulan dapat menghasilkan keuntungan sebesar Rp 2,5 juta. Sehingga, dari prediksi tersebut uang modal akan balik setelah 6 bulan, atau sekitar setengah tahun kemudian.
Nah, bisa kebayang kan dari ilustrasi tersebut, yaitu dengan diketahuinya besar permodalan, akan berdampak pada jumlah pengembalian modal di kemudian hari. Sehingga, kita pun bisa memprediksi kapan bisnis tersebut balik modal.
Prediksi balik modal, bisa lebih cepat ataupun lebih lambat waktunya dari yang kita prediksikan. Jika pun kita bersemangat menawarkan produk bisnis kita, bisa jadi waktunya akan lebih cepat dari 6 bulan. Begitu juga sebaliknya, jika kita hanya berleha-leha, bisa jadi waktunya akan lebih lama dari waktu prediksi.
Sebagai contoh, Anda jualan baju secara online, untuk bulan Agustus diketahui memiliki pendapatan sebesar Rp 5 juta, dan Rp 3 juta untuk membeli baju kembali/kulakan ke Tanah Abang, mengganti baju-baju yang habis terjual. Dari jumlah tersebut, Anda langsung berasumsi bahwa untung bersih di bulan Agustus ialah Rp 2 juta. Yang didapat, yaitu dari: pendapatan Rp 5 juta – Beli baju/kulakan Rp 3 juta = sisa/untung Rp 2 juta.
Sementara, Anda belum menghitung berapa beban biaya yang telah dikeluarkan selama bulan Agustus, untuk mengoperasikan bisnis Anda. Padahal, masih ada biaya lainnya, seperti biaya bayar internet sebesar Rp 500 ribu, biaya angkut barang dari Tanah Abang ke rumah Rp 200 ribu, gaji karyawan yang bekerja free-line Rp 500 ribu. Anda lupa memasukkan kompenen tersebut, sehingga tidak diketahui mana gross profit dan mana net profit, atau sebagian mengatakan dengan istilah gross income dan net income.
Jika Anda benar dalam menjumlahkan biaya keseluruhan, berarti keuntungan yang didapat bulan Agustus bukan Rp 2 juta, akan tetapi keuntungan yang sesungguhnya ialah: {Rp 5 juta (pendapatan) – Rp 3 juta (membeli pakaian/kulakan) – [Rp 500 ribu + Rp 200 ribu + Rp 500 ribu (beban biaya)]} = Rp 800 ribu.
Atau, lebih mudahnya ialah Rp 2 juta (gross profit) – Rp 1,2 juta (beban biaya) = Rp 800 ribu (net profit). Jadi, setelah dihitung seluruh beban biaya, keuntungan yang sesungguhnya dari bisnis Anda ialah Rp 1,2 juta, dan bukan Rp 2 juta. Ini hanya sekedar ilustrasi, bagaimana pentingnya menghitung seluruh beban biaya bisnis yang dikeluarkan.
Contoh, bisnis yang Anda jalankan adalah Kedai Kopi. Dan pangsa pasar yang disasar adalah anak SMA, Mahasiswa, anak muda yang baru bekerja (fresh graduate), maka salah pendekatan pemasarannya dilakukan lebih Nge-Pop, dengan pendekatan Direct-Selling. Karena yang digunakan ialah Direct-Selling, maka ley-out kedai harus lebih berbau anak muda. Sehingga, orang-orang yang nongkrong lebih betah berlama-lama dan membeli produk yang dijual di kedai kopi.
Itu hanya salah satu contoh saja, dan masih banyak contoh lainnya. Semoga, dengan contoh tersebut, kita mulai membidik segmen pasar yang potensial bagi bisnis yang kita jalankan.
Memang benar, uang yang diperoleh dari bisnis adalah uang kita juga. Akan tetapi, jika uang bisnis dan uang pribadi dicampuradukkan, bisnis yang kita bangun akan sulit untuk berkembang. Karena uang bisnis yang didapatkan, akan habis juga.
Dan, ketika hendak berbelanja untuk membeli produk yang akan dijual kembali, bukan saja keuntungannya yang habis, modalnya juga lenyap. Nah, lhooo….! Inilah, salah satu irasional bisnis yang harus cepat-cepat dihilangkan.
Maka dari itu, mulai dari sekarang, selepas membaca artikel ini, mari kita pisahkan uang bisnis dengan uang pribadi. Sehingga, bisnis akan berkembang lebih maju. Yang pada akhirnya, akan mampu menyokong keuangan pribadi juga.
Itulah beberapa rasionalitas bisnis yang harus kita perhatikan bersama.
Selamat bekerja dan salam sukses penuh keberkahan untuk kita bersama, amien…!
Hindari Irasional Bisnis
Irasional bisnis merupakan hal-hal yang tidak masuk akal dalam berbisnis. Walaupun tak masuk akal, banyak di antara kita yang terjebak dalam hal tersebut. Sehingga, bukan membuat untung, akan tetapi malah BUNTUNG.Sebagai contoh, irasional bisnis bagi yang baru memulai bisnis, “Mulai saja bisnisnya, jangan banyak pikir, nanti pasti berkembang”, “Kalau mau bisnis jangan banyak mikir, Ntar keburu basi idenya”, “Jual apa saja di toko online, modalnya kecil, dan bisa dikerjakan kapan dan dimana saja”.
Setelah dimulai, satu bulan tak menampakkan hasil. Dua bulan kemudian, sudah mulai jenuh. Dan Tiga bulan kemudian, bisnis ditutup. Padahal, bisnis di mana saja, harus tetap mengedepankan rasionalitas berbisnis.
Cara yang lebih bijak ialah, kita harus tetap bisa hadirkan rasionalitas dalam berbisnis. Rasionalitas bisnis ialah, sekecil apapun bisnis yang akan kita buka, kita harus tetap memiliki perencanaan. Mulai dari menghitung seluruh permodalan yang akan digunakan. Kemudian, sumber permodalan, apakah uang sendiri ataupun minjam ke pihak lain. Pangsa pasar produk dan jasa yang dihasilkan siapa saja. Dan terakhir, berapa lama kira-kira balik modal (Break Event Point/BEP).
Jika semuanya sudah rasional, barulah kita mulai membuka bisnis sesuai rencana. Mau bisnis yang akan dipasarkan online ataupun offline, tak ada masalah. Karena bisnis yang akan dibangun, merupakan bisnis yang cukup rasional, dengan perencanaan yang cukup matang.
Contoh dari irasional bisnis bagi yang sudah jalan, bisnis baru buka satu tahun, uda buka cabang di mana-mana. Dengan alasan ekspansi pasar, agar makin besar dan sebagai strategi market development (pengembangan pasar baru).
Setelah buka cabang ke dua, dan ketiga, ternyata uang yang seharusnya untuk memperbesar bisnis cabang pertama sudah habis membiayai cabang kedua dan ketiga. Akhirnya, bukan memperbesar bisnis, malah bisnis pertama ikut hancur karena ketidak irasional-an kita dalam berbisnis.
Jalan yang lebih bijak ialah, jangan membuka cabang terlebih dahulu, jika bisnis untuk cabang pertama masih belum benar-benar berjalan. Artinya, perbesar dahulu bisnis pertama, hingga keuangan yang dimiliki cukup kuat, dan memiliki konsumen yang loyal. Bisa jadi, membuka cabang ke dua dan ketiga, dilakukan dua ataupun tiga tahun ke depan.
Jika pun mendesak dan dibutuhkan untuk membuka cabang yang kedua ataupun ketiga, jangan mengambil uang operasional di cabang pertama. Biarkan keuangan di cabang pertama tumbuh, hingga benar-benar kuat. Akan tetapi, dengan mengajak patner bisnis, untuk memberikan permodalan.
Jika pun tak ada patner untuk join permodalan, maka kita harus bersabar untuk menunggu satu ataupun dua tahun kemudian. Dengan harapan, hasil bisnis di cabang pertama nantinya, untuk membuka bisnis di cabang kedua. Ini, akan cukup aman bagi kita. Sehingga, kita tetap fokus memperbesar bisnis pertama, sambil membuat strategi untuk membuka cabang kedua dan ketiga.
Jumlah Permodalan Harus Jelas
Jumlah modal finansial yang jelas secara kuantitas bagi pebisnis, sangat penting untuk diketahui sebagai modal awal bisnis. Sehingga, proyeksi untuk mengembalikan modal (Break Even Poin/BEP). Dengan adanya proyeksi pengembalian modal, maka akan diketahui berapa lama modal yang telah dikucurkan kembali.Contoh, kita ingin buka bisnis pakaian secara oline. Permodalan yang harus dikeluarkan sebanyak Rp 10 juta, yang semuanya digunakan untuk belanja pakaian ke Tanah Abang. Di tambah lagi dengan biaya mengangkut barang dan pernak-pernik lainnya sebesar Rp 2 juta. Dan uang untuk berjaga-jaga setelah dihitung berjumlah Rp 3 juta. Berarti, seluruh modal yang dikeluarkan oleh kita sebagai pemilik toko pakain online sebesar Rp 15 juta.
Jadi, modal awal yang kita gunakan untuk berbisnis pakaian ialah Rp 15 juta. Setelah diprekdisi, ternyata per bulan dapat menghasilkan keuntungan sebesar Rp 2,5 juta. Sehingga, dari prediksi tersebut uang modal akan balik setelah 6 bulan, atau sekitar setengah tahun kemudian.
Nah, bisa kebayang kan dari ilustrasi tersebut, yaitu dengan diketahuinya besar permodalan, akan berdampak pada jumlah pengembalian modal di kemudian hari. Sehingga, kita pun bisa memprediksi kapan bisnis tersebut balik modal.
Prediksi balik modal, bisa lebih cepat ataupun lebih lambat waktunya dari yang kita prediksikan. Jika pun kita bersemangat menawarkan produk bisnis kita, bisa jadi waktunya akan lebih cepat dari 6 bulan. Begitu juga sebaliknya, jika kita hanya berleha-leha, bisa jadi waktunya akan lebih lama dari waktu prediksi.
Jangan Lupa, Hitung Jumlah Beban Biaya
Beban biaya yang dihabiskan untuk bisnis, harus dihitung secara cermat. Karena, beban biaya akan menentukan Jumlah HPP (Harga Pokok Produksi) bagi yang memperoduksi, dan HPP (Harga Pokok Penjualan) bagi yang tidak memperoduksi atau perusahaan jasa.Sebagai contoh, Anda jualan baju secara online, untuk bulan Agustus diketahui memiliki pendapatan sebesar Rp 5 juta, dan Rp 3 juta untuk membeli baju kembali/kulakan ke Tanah Abang, mengganti baju-baju yang habis terjual. Dari jumlah tersebut, Anda langsung berasumsi bahwa untung bersih di bulan Agustus ialah Rp 2 juta. Yang didapat, yaitu dari: pendapatan Rp 5 juta – Beli baju/kulakan Rp 3 juta = sisa/untung Rp 2 juta.
Sementara, Anda belum menghitung berapa beban biaya yang telah dikeluarkan selama bulan Agustus, untuk mengoperasikan bisnis Anda. Padahal, masih ada biaya lainnya, seperti biaya bayar internet sebesar Rp 500 ribu, biaya angkut barang dari Tanah Abang ke rumah Rp 200 ribu, gaji karyawan yang bekerja free-line Rp 500 ribu. Anda lupa memasukkan kompenen tersebut, sehingga tidak diketahui mana gross profit dan mana net profit, atau sebagian mengatakan dengan istilah gross income dan net income.
Jika Anda benar dalam menjumlahkan biaya keseluruhan, berarti keuntungan yang didapat bulan Agustus bukan Rp 2 juta, akan tetapi keuntungan yang sesungguhnya ialah: {Rp 5 juta (pendapatan) – Rp 3 juta (membeli pakaian/kulakan) – [Rp 500 ribu + Rp 200 ribu + Rp 500 ribu (beban biaya)]} = Rp 800 ribu.
Atau, lebih mudahnya ialah Rp 2 juta (gross profit) – Rp 1,2 juta (beban biaya) = Rp 800 ribu (net profit). Jadi, setelah dihitung seluruh beban biaya, keuntungan yang sesungguhnya dari bisnis Anda ialah Rp 1,2 juta, dan bukan Rp 2 juta. Ini hanya sekedar ilustrasi, bagaimana pentingnya menghitung seluruh beban biaya bisnis yang dikeluarkan.
Segmen Pasar Harus Jelas
Pebisnis yang rasional, semenjak awal menentukan segmen pasar yang akan disasar. Dirinya telah mengkalkulasikan dengan tepat, pasar seperti apa yang akan dibidik. Sehingga, dengan mengetahui segmen pasar, akan memudahkan proses marketing ke calon konsumen.Contoh, bisnis yang Anda jalankan adalah Kedai Kopi. Dan pangsa pasar yang disasar adalah anak SMA, Mahasiswa, anak muda yang baru bekerja (fresh graduate), maka salah pendekatan pemasarannya dilakukan lebih Nge-Pop, dengan pendekatan Direct-Selling. Karena yang digunakan ialah Direct-Selling, maka ley-out kedai harus lebih berbau anak muda. Sehingga, orang-orang yang nongkrong lebih betah berlama-lama dan membeli produk yang dijual di kedai kopi.
Itu hanya salah satu contoh saja, dan masih banyak contoh lainnya. Semoga, dengan contoh tersebut, kita mulai membidik segmen pasar yang potensial bagi bisnis yang kita jalankan.
Pisahkan Uang Bisnis dan Uang Pribadi
Terakhir, pisahkan uang pribadi dengan uang bisnis. Kebanyakan kita, yang memiliki bisnis, entah bisnis sebagai pekerjaan utama (active income) ataupun pekerjaan sampingan (passive income), tak dapat memisahkan keuangan bisnis dengan keuangan pribadi. Sehingga, keuangan bisnis dan pribadi amburadul.Memang benar, uang yang diperoleh dari bisnis adalah uang kita juga. Akan tetapi, jika uang bisnis dan uang pribadi dicampuradukkan, bisnis yang kita bangun akan sulit untuk berkembang. Karena uang bisnis yang didapatkan, akan habis juga.
Dan, ketika hendak berbelanja untuk membeli produk yang akan dijual kembali, bukan saja keuntungannya yang habis, modalnya juga lenyap. Nah, lhooo….! Inilah, salah satu irasional bisnis yang harus cepat-cepat dihilangkan.
Maka dari itu, mulai dari sekarang, selepas membaca artikel ini, mari kita pisahkan uang bisnis dengan uang pribadi. Sehingga, bisnis akan berkembang lebih maju. Yang pada akhirnya, akan mampu menyokong keuangan pribadi juga.
Itulah beberapa rasionalitas bisnis yang harus kita perhatikan bersama.
Selamat bekerja dan salam sukses penuh keberkahan untuk kita bersama, amien…!