Pahami Arus Perubahan Era Digital, Agar Jadi Market Leader
Bobotoh.web.id - Era digital saat ini, telah merubah segala hal yang ada di muka bumi ini. Yang intinya, merubah kehidupan manusia lebih mudah, dalam menjalani kehidupan sehari-hari.
Mulai dari kegiatan berbelanja menjadi lebih mudah, melakukan kegiatan marketing lebih mudah, mengakses lembaga keuangan lebih mudah, dan bentuk kemudahan lainnya.
Ternyata, Alvin Toffler telah meramalkan sekitar tahun 1980-an. Dia mengatakan bahwa dunia kita telah memasuki gelombang ketiga, yaitu berada pada era informasi. “Sebuah komunitas global elektronik tanpa batas dan membangun komunitasnya, berinteraksi bukan pada jarak geografi, melainkan karena kesamaan minat” (Rhenald Kasali: 2017).
Ramalan tersebut, ternyata benar-benar-benar terjadi dalam kehidupan sehari-hari saat ini. Sehingga, hampir semua lini kehidupan, memasukkan unsur digital (internet) di dalamnya.
Lantas, bagaimana menyikapi hal tersebut?
Bagi yang tak mampu memahami perubahan besar tersebut, pasti hanya akan menjadi market follower (pengikut pasar), atau bahkan menjadi target pasar (konsumen).
Sedangkan bagi yang mampu memahami perubahan besar tersebut, pasti akan menjadi market leader (pemimpin pasar).
Adapun Market Leader ialah, perusahaan yang diakui oleh industri atau dunia bisnis, dan berpengeruh besar di pasar. Pengaruhnya, bisa menentukan arah dan kebijakan pasar secara langsung.
Tentu, bagaimana cara kita memandang terhadap kehadiran digital (internet) itu sendiri. Bisa menjadi ancaman, atau bahkan peluang besar.
Sebagian pebisnis beranggapan, kehadiran digital (internet) menjadi ancaman besar, terhadap kelangsungan bisnis yang telah lama dijalani. Dengan adanya internet, omset bisnis yang dimilikinya jadi menurun.
Contoh, demo penolakan terhadap taksi online di beberapa daerah yang ada di Indonesia. Sebenarnya, demo yang mereka lakukan ialah, sebuah ketidak siapan memasuki era digital.
Padahal, dalam era digital semua orang memiliki kesempatan yang sama untuk berbisnis. Dan, siapa saja boleh berbisnis. Intinya, bisnis yang dilakukan tetap dijalankan dengan cara-cara yang sehat.
Pun begitu juga sebaliknya, sebagian besar mengangap bahwa kehadiran digital (internet) menjadi berkah. Karena, dengan adanya internet telah membuat dirinya bisa bertarung dengan siapa saja. Termasuk dengan pemodal besar.
Contoh, beberapa pebisnis telah beralih dari toko offline ke toko online. Di mana, toko online telah memungkinkan bagi siapa saja berbisnis, dengan modal semaksimal mungkin.
Bahkan, ada beberapa toko online tak memiliki barang yang dijual. Akan tetapi, dirinya mengambil dari orang lain. Sehingga, benar-benar modal kecil dalam menjalani usahanya.
Nah, dari penjelasan tersebut, kira-kira posisi kita ada dimanakah? Apakah menjadikan era digital sebagai ancaman, atau bahkan peluang?
Tentu, semua itu tergantung pada diri kita masing-masing.
Jika kita tidak cepat menyadarinya, tentu akan ditinggalkan oleh perubahan jaman. Karena, kehadiran internet telah mempercepat jarak dan waktu yang ada.
Dari kewirausahaan tersebut, diimplementasikan dalam bentuk bisnis UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah). Di mana, bisnis UMKM adalah bisnis yang bisa dilakukan oleh siapa saja, yang mau berbisnis. Baik perorangan, ataupun kelompok.
Namun, setelah internet masuk dalam kehidupan sehari-hari. Akhirnya, paradigma bisnis UMKM, sudah kurang relevan lagi. Sehingga, hadirlah konsep baru, yang disebut dengan Bisnis Start-up.
Bisnis Start-up adalah bisnis yang dimulai dengan modal kecil, dengan pembiayaan sendiri. Dalam pengembangannya, biasanya akan menggunakan modal ventura. Dan tentunya, Bisnis Start-up adalah bisnis yang berpotensi besar, bahkan menggelobal.
Nah, bagi Anda yang saat ini terjun di dunia bisnis. Maka, paradigma Bisnis UMKM harus segera dikubur dalam-dalam. Kemudian, diganti dengan paradigma Bisnis Start-up.
Bentuknya, bisa dengan menjual produk atau jasa secara langsung. Bisa dengan menjualkan produk atau jasa orang lain secara langsung. Ataupun, dengan membuat produk atau jasa sendiri, dan menjualnya secara langsung.
Contoh, membuka warung sembako, menjual bakso gerobak, membuka usaha ketring, dan lain sebagainya.
Sedangkan tecnopreneur, merupakan usaha memanfaatkan teknologi menjadi sebuah peluang, untuk mendatangkan keuntungan. Jika dikerucutkan ialah, seorang entrepreneur yang memanfaatkan teknologi, ke dalam usaha yang digelutinya.
Bentuknya, bisa dengan memasukkan teknologi pada usaha yang sudah dijalankan. Atau, bisa dengan membuat teknologi baru, dan kemudian baru menjual produk atau jasa yang dimiliki.
Contoh, membuka toko online, membuat website dari usaha yang dimilikinya, membuat blog dan memberi ruang iklan pada pebisnis, dan lain sebagainya.
Seiring berkembangnya ilmu pengetahuan, pengertian pasar pun mengalami perubahan. Pasar ialah, tempat bertemunya permintaan (demand) dan penawaran (supply).
Dan seiring berkembangnya teknologi digital, khususnya teknologi internet. Pengertian pasar pun mengalami perubahan yang cukup besar. Pasar ialah bertemunya pembeli dan penjual.
Pengertian tersebut, akhirnya lebih dipersempit lagi menjadi marketplace. Yaitu sebuah pasar elektronik (digital), yang melakukan kegiatan jual-beli barang atau jasa secara langsung.
Nah, pengertian tersebut, akhirnya mengubah sistem penjualan yang sebelumnya dilakukan secara manual, dan berubah menjadi penjualan secara online.
Dengan demikina, adanya penjualan online telah membuat sistem penjualan lebih praktis. Selain itu juga, telah membuat manusia mampu hilangkan beberapa beban biaya dalam berbisnis.
Maka dari itu, mari kita ubah pandangan yang selama ini menganggap pasar sebagai “tempat”. Akan tetapi, pasar saat ialah “bertemunya penjual dan pembeli, baik secara digital ataupun non-digital”.
Jika kita tak mampu pahami perubahan pasar seperti hal tersebut, pasti kita akan menjadi market follower. Namun, jika mampu pahami, pasti akan menjadi market leader.
Contoh, penguasaan produk atau jasa di suatu pasar oleh segelintir pengusaha, melarang pengusaha lain masuk ke dalam pasar, dan lain sebagainya.
Sedangkan economic-sharing ialah sebuah pemahaman, bahwa sumber-sumber ekonomi itu harus dinikmati dan dikerjasamakan secara bersama-sama. Sehingga, rugi dan untungnya pun, harus ditanggung bersama-sama.
Contoh, ojek online, taksi online, marketplace, toko online, pemasaran melalui media blog, dan lain sebagainya.
Bagi manusia yang tak mau mengikuti perubahan, maka siap-siap untuk ditinggalkan oleh zamannya. Dan bagi yang mau mengikuti perubahan, tentu harus banyak belajar dan membaca situasi.
Dan perlu diingat, jangan sampai kita mempersiapkan diri untuk hidup saat ini. Akan tetapi, bagaimana kita mempersiapkan diri untuk hidup di masa mendatang.
Selamat mengarungi perubahan, dan semoga kita semua akan menjadi market leader dari produk atau jasa yang kita miliki….!
Mulai dari kegiatan berbelanja menjadi lebih mudah, melakukan kegiatan marketing lebih mudah, mengakses lembaga keuangan lebih mudah, dan bentuk kemudahan lainnya.
Ternyata, Alvin Toffler telah meramalkan sekitar tahun 1980-an. Dia mengatakan bahwa dunia kita telah memasuki gelombang ketiga, yaitu berada pada era informasi. “Sebuah komunitas global elektronik tanpa batas dan membangun komunitasnya, berinteraksi bukan pada jarak geografi, melainkan karena kesamaan minat” (Rhenald Kasali: 2017).
Ramalan tersebut, ternyata benar-benar-benar terjadi dalam kehidupan sehari-hari saat ini. Sehingga, hampir semua lini kehidupan, memasukkan unsur digital (internet) di dalamnya.
Lantas, bagaimana menyikapi hal tersebut?
Kaitan Era Digital dan Market Leader
Era digital, ialah era yang dikaitkan dengan munculnya jaringan internet, khususnya teknologi kumputer, dalam kehidupan sehari-hari saat ini. Artinya, struktur dunia telah berubah, yang awalnya manual berubah menjadi digital.Bagi yang tak mampu memahami perubahan besar tersebut, pasti hanya akan menjadi market follower (pengikut pasar), atau bahkan menjadi target pasar (konsumen).
Sedangkan bagi yang mampu memahami perubahan besar tersebut, pasti akan menjadi market leader (pemimpin pasar).
Adapun Market Leader ialah, perusahaan yang diakui oleh industri atau dunia bisnis, dan berpengeruh besar di pasar. Pengaruhnya, bisa menentukan arah dan kebijakan pasar secara langsung.
Era Digital, Ancaman atau Peluang
Kehadiran era digital, apakah menjadi ancaman atau malah hadirkan peluang dalam kehidupan kita sehari-hari, khususnya dunia bisnis?Tentu, bagaimana cara kita memandang terhadap kehadiran digital (internet) itu sendiri. Bisa menjadi ancaman, atau bahkan peluang besar.
Sebagian pebisnis beranggapan, kehadiran digital (internet) menjadi ancaman besar, terhadap kelangsungan bisnis yang telah lama dijalani. Dengan adanya internet, omset bisnis yang dimilikinya jadi menurun.
Contoh, demo penolakan terhadap taksi online di beberapa daerah yang ada di Indonesia. Sebenarnya, demo yang mereka lakukan ialah, sebuah ketidak siapan memasuki era digital.
Padahal, dalam era digital semua orang memiliki kesempatan yang sama untuk berbisnis. Dan, siapa saja boleh berbisnis. Intinya, bisnis yang dilakukan tetap dijalankan dengan cara-cara yang sehat.
Pun begitu juga sebaliknya, sebagian besar mengangap bahwa kehadiran digital (internet) menjadi berkah. Karena, dengan adanya internet telah membuat dirinya bisa bertarung dengan siapa saja. Termasuk dengan pemodal besar.
Contoh, beberapa pebisnis telah beralih dari toko offline ke toko online. Di mana, toko online telah memungkinkan bagi siapa saja berbisnis, dengan modal semaksimal mungkin.
Bahkan, ada beberapa toko online tak memiliki barang yang dijual. Akan tetapi, dirinya mengambil dari orang lain. Sehingga, benar-benar modal kecil dalam menjalani usahanya.
Nah, dari penjelasan tersebut, kira-kira posisi kita ada dimanakah? Apakah menjadikan era digital sebagai ancaman, atau bahkan peluang?
Tentu, semua itu tergantung pada diri kita masing-masing.
Empat Perubahan Yang Harus Diketahui
Setidaknya, ada empat perubahan yang harus kita ketahui, pasca hadirnya internet dalam kehidupan kita sehari-hari.Jika kita tidak cepat menyadarinya, tentu akan ditinggalkan oleh perubahan jaman. Karena, kehadiran internet telah mempercepat jarak dan waktu yang ada.
Pertama: Kewirausahaan Menjadi Start-Up
Sebelumnya, kita telah diperkenalkan pada istilah kewirausahaan. Di mana, kewirausahaan merupakan suatu jiwa yang menggambarkan semangat, tekun, rajin, pantang menyerah dalam menghasilkan suatu produk, untuk mendapatkan keuntungan.Dari kewirausahaan tersebut, diimplementasikan dalam bentuk bisnis UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah). Di mana, bisnis UMKM adalah bisnis yang bisa dilakukan oleh siapa saja, yang mau berbisnis. Baik perorangan, ataupun kelompok.
Namun, setelah internet masuk dalam kehidupan sehari-hari. Akhirnya, paradigma bisnis UMKM, sudah kurang relevan lagi. Sehingga, hadirlah konsep baru, yang disebut dengan Bisnis Start-up.
Bisnis Start-up adalah bisnis yang dimulai dengan modal kecil, dengan pembiayaan sendiri. Dalam pengembangannya, biasanya akan menggunakan modal ventura. Dan tentunya, Bisnis Start-up adalah bisnis yang berpotensi besar, bahkan menggelobal.
Nah, bagi Anda yang saat ini terjun di dunia bisnis. Maka, paradigma Bisnis UMKM harus segera dikubur dalam-dalam. Kemudian, diganti dengan paradigma Bisnis Start-up.
Kedua: Entrepreneur Menjadi Tecnopreneur
Entrepreneur esensinya hampir sama dengan kewirausahaan. Yaitu, sebuah usaha yang bentuk implementasinya ke dalam bisnis UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah).Bentuknya, bisa dengan menjual produk atau jasa secara langsung. Bisa dengan menjualkan produk atau jasa orang lain secara langsung. Ataupun, dengan membuat produk atau jasa sendiri, dan menjualnya secara langsung.
Contoh, membuka warung sembako, menjual bakso gerobak, membuka usaha ketring, dan lain sebagainya.
Sedangkan tecnopreneur, merupakan usaha memanfaatkan teknologi menjadi sebuah peluang, untuk mendatangkan keuntungan. Jika dikerucutkan ialah, seorang entrepreneur yang memanfaatkan teknologi, ke dalam usaha yang digelutinya.
Bentuknya, bisa dengan memasukkan teknologi pada usaha yang sudah dijalankan. Atau, bisa dengan membuat teknologi baru, dan kemudian baru menjual produk atau jasa yang dimiliki.
Contoh, membuka toko online, membuat website dari usaha yang dimilikinya, membuat blog dan memberi ruang iklan pada pebisnis, dan lain sebagainya.
Ketiga: Paradigma Pasar
Dahulu, ilmu ekonomi mengartikan pasar sebagai tempat bertemunya penjual dengan pembeli. Sehingga, dikenallah Pasar Senen, Pasar Kamis, Pasar Jum’at, dan lain sebagainya.Seiring berkembangnya ilmu pengetahuan, pengertian pasar pun mengalami perubahan. Pasar ialah, tempat bertemunya permintaan (demand) dan penawaran (supply).
Dan seiring berkembangnya teknologi digital, khususnya teknologi internet. Pengertian pasar pun mengalami perubahan yang cukup besar. Pasar ialah bertemunya pembeli dan penjual.
Pengertian tersebut, akhirnya lebih dipersempit lagi menjadi marketplace. Yaitu sebuah pasar elektronik (digital), yang melakukan kegiatan jual-beli barang atau jasa secara langsung.
Nah, pengertian tersebut, akhirnya mengubah sistem penjualan yang sebelumnya dilakukan secara manual, dan berubah menjadi penjualan secara online.
Dengan demikina, adanya penjualan online telah membuat sistem penjualan lebih praktis. Selain itu juga, telah membuat manusia mampu hilangkan beberapa beban biaya dalam berbisnis.
Maka dari itu, mari kita ubah pandangan yang selama ini menganggap pasar sebagai “tempat”. Akan tetapi, pasar saat ialah “bertemunya penjual dan pembeli, baik secara digital ataupun non-digital”.
Jika kita tak mampu pahami perubahan pasar seperti hal tersebut, pasti kita akan menjadi market follower. Namun, jika mampu pahami, pasti akan menjadi market leader.
Keempat: Private-Sector Jadi Economic-Sharing
Privat sektor ialah pemahaman yang berpikiran bahwa setiap sektor itu harus dimiliki oleh masing-masing individu. Dan orang lain, tidak boleh memilikinya.Contoh, penguasaan produk atau jasa di suatu pasar oleh segelintir pengusaha, melarang pengusaha lain masuk ke dalam pasar, dan lain sebagainya.
Sedangkan economic-sharing ialah sebuah pemahaman, bahwa sumber-sumber ekonomi itu harus dinikmati dan dikerjasamakan secara bersama-sama. Sehingga, rugi dan untungnya pun, harus ditanggung bersama-sama.
Contoh, ojek online, taksi online, marketplace, toko online, pemasaran melalui media blog, dan lain sebagainya.
Penutup
Hal yang perlu kita ingat ialah, dunia ini terus melakukan perubahan, sebagai sebuah dinamika hidup. Tentunya, perubahan tersebut harus diarahkan pada hal-hal positif.Bagi manusia yang tak mau mengikuti perubahan, maka siap-siap untuk ditinggalkan oleh zamannya. Dan bagi yang mau mengikuti perubahan, tentu harus banyak belajar dan membaca situasi.
Dan perlu diingat, jangan sampai kita mempersiapkan diri untuk hidup saat ini. Akan tetapi, bagaimana kita mempersiapkan diri untuk hidup di masa mendatang.
Selamat mengarungi perubahan, dan semoga kita semua akan menjadi market leader dari produk atau jasa yang kita miliki….!